Anaku ku bercerita..
”Bunda, tadi mas nangis di kelas”. Sontak aku bertanya “Ada apa mas?”
“Gak papa kok bun, semua anak di kelas menangis..ibu guru juga menangis..abis sedih”.
“Sedih kenapa mas?”
“Sedih karena kami akan berpisah, sebentar lagi kan kenaikan kelas jadi nanti wali kelas nya mungkin bukan bu Anis dan bu Yani lagi.
Aku termenung..
“Bunda..”
“Ya, mas.”
“Kata bu guru..berpisah hanya di lahirnya saja..tapi di hati tidak”
“O..mas Gilang ngerti artinya?”
“Ngerti dong bun, bu guru bilang, walaupun nanti jarang ketemu, tapi tetap teringat selalu, mas Gilang sayang sama bu guru, abis bu guru baik”
Kesan yang dalam di dada anak ku, yang tertanam dari prilaku santun dan kasih guru-guru nya merupakan anugrah terindah untuk nya.
Betapa tidak, di awal tahun lalu aku sempat was-was. Menyekolahkan Gilang di sekolah full day sebenarnya bukan pilihan kami, tetapi dari minim nya pilihan sekolah yang sesuai dengan ‘keinginan’ kami sebagai orang tua, akhirnya toh kami pilih juga.
Alhamdulilah, sekarang tidak ada sedikit pun penyesalan atas pilihan itu. Yang ada malah rasa bersyukur yang dalam atas karunia Nya yang tidak terhingga.
Melihat anak kami bersujud dengan khusuk, mendengarkannya mengaji adalah surga dunia bagi kami.
Dan semua itu tidak lepas dari karunia Alloh yang di berikan lewat tangan-tangan halus bidadarinya, bu guru kelas 1 SDIT Ulil Albab (2005-2006)
*end of june 2006